vas-das.com - Kalau menempatkan kata ' persaingan' secara netral, karenanya persaingan juga bisa mempunyai makna yang sama seperti kata ' kolaborasi'. Sama halnya dikala kita mengevaluasi 'kolaborasi' dapat menjadi amat negatif dikala masuk dalam konteks 'kerjasama korupsi'. Sebagian kajian psikologi pun menceritakan persaingan sebagai sebuah naluri turunan manusia (human need). Sebuah keperluan dasar yang jikalau kita berkeinginan jujur juga menjadi keperluan dasar manusia. Kecuali menjadi 'naluri turunan', bersaing itu, berkeinginan tak berkeinginan atau menyenangi tak menyenangi, juga dijadikan oleh lingkungan. Mulai dari lingkungan terdekat keluarga, di sekolah, dan juga di masyarakat. Ada pengevaluasian di sekolah, perlakuan yang berbeda di rumah, dan ada status sosial di masyarakat atau lingkungan kerja.
Bagi beberapa orang, bersaing bisa membawa rasa takut atau pesimis sebab perlu mengerahkan segenap kecakapan dan masuk dalam progres yang lama berhadapan dengan orang yang lebih unggul. Tapi bagi beberapa lainnya, bersaing justru bisa membikin hidup menjadi lebih dinamis dan giat sebab memacu karakter, mental dan kecakapan untuk menjadi lebih bagus. Pemimpin perusahaan pemainan kreatif LEGO Jorgen Vig Knudstorp mengatakan untuk menjadi yang terbaik di dunia dalam bidangnya dibutuhkan motivasi bersaing.
"Bersaing bisa menstimulus pikiran untuk berprofesi mencari terobosan baru. Dengan berkompetisi kitamendapatkan pandangan baru-pandangan baru dan kans baru dan segar melampaui apa yang bisa kita pikirkan dan lakukan sebelumnya," berdasarkan Jorgen. "Kita perlu menyiapkan buah hati-buah hati kita untuk siap bersaing menjelang era revolusi industri 4.0," kata Kepala Sekolah SMP dan SMA Bina Nusantara (Binus) School Serpong Sherrierose Gonzales. Kecakapan untuk bersaing menjadi sama penting dengan kecakapan berkolaborasi supaya buah hati siap menghadapi tantangan kompetisi era milenial, tambahnya.
Menurutnya 3 hal yang bisa dilaksanakan ayah dan ibu supaya sikap bersaing secara sehat bisa tumbuh dalam diri buah hati:
1. Memberi Kebebasan
Ketika ini telah bukan zamannya lagi buah hati sepatutnya meniru metode yang sama yang dilaksanakan ayah dan ibu. Buah-buah hati milenial mempunyai metode dan karakternya sendiri dalam merespons atau memberi reaksi menghadapi problem. Sikap kaku justru akan membikin mereka tak berani berkreatifitas dan berinovasi, tambah Sherrie. Meskipun, kreatifitas dan penemuan justru menjadi kunci keunggulan dalam bersaing.
2. Membangun Kemandirian
Ada kecendrungan justru ayah dan ibu tak berkeinginan buah hati 'sulit' seperti pengalaman ayah dan ibu. Akhirnya, buah hati terlalu dimanja sehingga justru membikin tenaga juang mereka rendah. Sherrie justru minta para ayah dan ibu berani membikin buah hati menjadi lebih mandiri dengan membikin jarak dan memberi peluang buah hati untuk bisa mengatasi dilema mereka sendiri. Menumbuhkan sikap 'entrepreneurship' merupakan salah satu program yang dilaksanakan di Binus School di mana buah hati diajak menumbuhkan motivasi kemandirian. Buah ditantang untuk menghasilkan penemuan dan kreatifitasnya mulai dari konsep, pembuatan, pemasaran sampai penjualan produk buatannya.
3. Pendampingan
Ketika buah hati mengalami kejatuhan atau putus impian, di sinilah peran ayah dan ibu diperlukan. Via pengalaman yang dimiliki, ayah dan ibu dan memberi anjuran, nasihat sekalian memberi semangat supaya buah hati kembali bangkit untuk siap kembali bersaing. "Bersaing secara sehat merupakan mempersiapkan buah hati untuk menjadi yang terbaik bagi dirinya dan kapabel menghadapi tiap-tiap tantangan. Bukan menaklukkan atau menjatuhkan yang lain. Keok menang merupakan konsekuensi dalam kehidupan dan bukan tujuan utama," terang Sherrie.
Sumber: vas-das.com